Suatu hari, Nasrudin datang meminjam sebuah panci besar kepada tetangganya. Seminggu kemudian, ia mengembalikan panci tersebut. Namun, sang tetangga heran karena menemukan sebuah panci kecil lain di dalam panci besar itu.
"Ada kabar baik," kata Nasrudin dengan wajah ceria. "Ternyata saat kupinjam pancimu sedang mengandung. Syukurlah, kemarin ia berhasil melahirkan bayi ini dengan sehat."
Akal sehat sang tetangga sebenarnya menolak cerita itu. Namun, rasa tamak membuatnya menutup mata. Ia memilih percaya pada omongan yang tidak masuk akal itu demi mendapatkan panci tambahan secara cuma-cuma. Ia bahkan merasa hebat karena bisa mendapat untung dari Nasrudin yang dianggapnya polos.
Selang beberapa hari, Nasrudin kembali meminjam panci besar itu. Kali ini, tanpa ragu sedikit pun, sang tetangga meminjamkannya dengan semangat. Ia membayangkan pancinya akan beranak lagi. Namun, waktu berlalu dan Nasrudin tak kunjung datang. Rasa cemas mulai menghantui tetangga itu.
Tak sabar lagi, ia mendatangi rumah Nasrudin. Pintu terbuka, dan tampaklah Nasrudin sedang menangis tersedu-sedu. "Maafkan aku," ratap Nasrudin. "Nasib berkata lain. Pancimu mendadak sakit parah dan meninggal dunia tadi pagi."
Mendengar itu, sang tetangga langsung naik pitam. "Jangan membual! Kau pikir aku bodoh? Mana ada cerita panci bisa mati! Itu kan benda mati!"
Seketika tangis Nasrudin berhenti. Ia menatap tetangganya dengan sorot mata tajam. "Tuan, jika kau rela percaya panci itu bernyawa saat ia beranak dan memberimu untung, maka kau harus terima kenyataan bahwa ia bisa mati saat takdirnya tiba."
Pelajaran Yang Dapat Diambil dari Kisah Nasruddin dan Periuk Beranak
1. Bahaya Ketamakan yang Membutakan
Kisah ini menunjukkan betapa sifat serakah mampu mematikan akal sehat seseorang. Sang tetangga sebenarnya tahu bahwa panci tidak mungkin melahirkan, namun keinginan untuk mendapat keuntungan gratis membuatnya rela membohongi diri sendiri.
Ketika kita terlalu fokus mengejar keuntungan materi, kita sering kali mengabaikan logika dan kebenaran yang ada di depan mata.
2. Standar Ganda dan Konsistensi
Pelajaran terpenting dari cerita ini adalah tentang konsistensi sikap. Banyak orang cenderung menggunakan standar ganda: mereka siap menerima logika yang tidak masuk akal asalkan menguntungkan (panci beranak), tetapi menolak logika yang sama ketika merugikan (panci mati).
Nasrudin mengajarkan bahwa kita tidak boleh hanya mengambil bagian yang "enak" dari sebuah keadaan dan menolak risikonya. Jika kita berani mengambil keuntungan dari situasi yang tidak wajar, kita juga harus siap menanggung kerugian yang sama tidak wajarnya.
3. Kewaspadaan Terhadap Keuntungan Instan
Cerita ini adalah pengingat keras bahwa jika sesuatu terdengar terlalu indah untuk menjadi kenyataan, kemungkinan besar ada jebakan tersembunyi di baliknya.
Sang tetangga terjebak karena ia mematikan rasa curiganya demi harapan palsu. Kita diajarkan untuk selalu kritis dan menggunakan akal sehat, terutama ketika mendapatkan tawaran manis yang melanggar logika, meskipun tawaran itu terlihat sangat menguntungkan di awal.

Posting Komentar