LC9gBUg7QN0V3hwrLd8lmNtvyApY7ArMY1rVEPEw

Kisah Nasruddin Mencuri Wortel dan Lobak

Kisah Nasruddin Mencuri Wortel dan Lobak

Pada suatu siang yang cerah, Nasruddin berjalan-jalan tanpa arah tujuan hingga langkah kakinya terhenti di tepi sebuah lahan perkebunan milik orang lain. Matanya langsung tertuju pada hamparan tanaman hijau yang tampak sangat segar, seolah mengundang siapa saja untuk memetiknya.

Setelah menengok kanan-kiri, Nasruddin melangkah masuk melintasi batas kebun tersebut dengan percaya diri. Ia melihat deretan wortel dan lobak yang menyembul dari tanah, tampak begitu ranum dan siap untuk dipanen saat itu juga.

Dengan gerakan tangan yang cekatan, ia mulai mencabut sayuran-sayuran itu satu per satu dari akarnya tanpa rasa bersalah. Ia mengumpulkan hasil jarahannya dan memasukkannya ke dalam karung yang kebetulan ia bawa hingga karung itu hampir penuh sesak.

Keasyikan Nasruddin terhenti seketika ketika sang pemilik kebun tiba-tiba muncul di hadapannya dengan wajah masam. Tukang kebun itu menatap tajam ke arah Nasruddin dan karung yang menggembung, menyadari bahwa hasil kerjanya sedang dicuri.

"Apa yang sebenarnya kau lakukan di kebunku?" tanya tukang kebun itu dengan nada suara yang berat dan penuh curiga. Nasruddin tersentak kaget, jantungnya berdegup kencang karena tertangkap basah sedang melakukan perbuatan yang tidak terpuji.

Dalam kepanikan yang melanda, otaknya berusaha keras mencari alasan paling masuk akal untuk menyelamatkan dirinya. "Angin kencang baru saja bertiup sangat dahsyat," jawab Nasruddin dengan wajah memelas, "Angin itulah yang melemparkanku hingga jatuh ke tengah kebun ini."

Sang tukang kebun mengerutkan kening, tentu saja ia tidak mudah percaya pada bualan yang terdengar sangat mustahil itu. Sambil menunjuk tanaman yang berserakan, ia kembali bertanya, "Jika angin yang melemparmu, lalu siapa yang mencabut semua sayuran ini hingga berantakan?"

Nasruddin kembali bersilat lidah demi menutupi kebohongannya yang pertama. "Angin itu sangat kuat, Pak," kilahnya dengan nada meyakinkan, "Aku harus berpegangan erat pada batang-batang sayuran itu agar tidak terbawa angin, makanya tanaman itu ikut tercabut."

Tukang kebun itu mengangguk pelan, namun tatapan matanya menyiratkan ketidakpercayaan yang mendalam. Ia kemudian menunjuk karung di tangan Nasruddin dan mengajukan pertanyaan pamungkas, "Lalu, siapa yang memasukkan semua barang itu ke dalam karungmu?"

Nasruddin terdiam sejenak, menyadari bahwa ia sudah tersudut dan tidak memiliki celah lagi untuk beralasan. Dengan senyum kecut dan nada pasrah, ia menjawab, "Nah, itu dia masalahnya! Aku juga sedang memikirkan jawabannya tepat ketika kau datang menghampiriku."

Pelajaran dari Kisah Nasruddin Mencuri Wortel dan Lobak

Kisah jenaka Nasruddin di atas, meski dibalut humor, menyajikan cerminan nyata tentang perilaku manusia saat terdesak oleh kesalahannya sendiri. Nilai moral utama yang bisa kita ambil adalah bahwa satu kebohongan sering kali memaksa kita untuk menciptakan kebohongan-kebohongan lain yang lebih besar dan tidak masuk akal.

Ketika Nasruddin mencoba menutupi pencuriannya dengan menyalahkan angin, ia terjebak dalam lingkaran alasan yang konyol. Kita diajarkan bahwa menutupi kesalahan dengan dalih palsu hanya akan mempermalukan diri sendiri dan meruntuhkan harga diri kita di hadapan orang lain.

Sikap tukang kebun yang terus bertanya secara kritis juga mengajarkan kita untuk tidak mudah menerima informasi yang tidak logis. Kebenaran sering kali bisa ditemukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sederhana yang meruntuhkan argumen yang dibangun di atas pondasi kebohongan.

Catatan:

Kisah ini merupakan penceritaan ulang yang telah mengalami penyesuaian pada alur dan narasi, termasuk penambahan detail cerita serta penambahan nilai moral. Cerita ini diadaptasi dari kisah dalam Der Hodscha Nasreddin I. Band karya Albert Wesselski, yang tersedia sebagai karya domain publik, antara lain melalui Project Gutenberg: https://www.gutenberg.org/ebooks/54690

Posting Komentar