LC9gBUg7QN0V3hwrLd8lmNtvyApY7ArMY1rVEPEw

Kisah Tentang Manipulasi Kebenaran - Cerita Hikmah

Kisah Tentang Manipulasi Kebenaran - Cerita Hikmah

Hari itu Sang Guru sedang berkumpul bersama beberapa muridnya. Wajah beliau tampak teduh, matanya berbinar, memancarkan suasana hati yang senang. Sambil sesekali menyesap kopi hitam dari cangkirnya, ia bercanda riang. Meskipun para murid sangat hormat kepada Sang Guru, rasa takzim itu tidak menjadi sekat yang menghilangkan kedekatan di antara mereka.

Sang Guru kemudian berkata, "Aku punya sebuah kisah. Ini cerita yang agak aneh. Kalian mungkin akan menganggap tokohnya bodoh dan pandir. Tapi percayalah, ini cerita yang sangat baik untuk kalian simak."

Para murid tampak antusias. "Bagaimana ceritanya, Guru?" tanya Cikal Bahagia, salah seorang murid.

"Baik, perhatikan dengan cermat," jawab Sang Guru sembari membetulkan posisi duduknya agar lebih leluasa bercerita.

"Suatu hari, Nasruddin ingin mengerjai teman-teman sekelasnya. Hari itu ia tampil beda: pakaiannya bagus dan rapi, tubuhnya wangi, dan rambutnya disisir licin dengan minyak rambut. Tampilan yang sangat tidak biasa baginya."

"Di kelas, teman-temannya terheran-heran. 'Hai Nasruddin, ada angin apa kamu tampil rapi begini?' tanya mereka. Nasruddin hanya tersenyum penuh arti, lalu berkata dengan lantang, 'Hei dengarkan! Nanti tepat sehabis sekolah ada jamuan makan besar di rumah kepala desa. Semua orang boleh datang! Rasanya malu kalau aku datang dengan tampang jelek.'"

"'Ah, kamu pasti bohong,' sanggah temannya. 'Tadi aku lewat depan rumahnya sepi-sepi saja.'"

"Nasruddin menanggapi dengan tenang, 'Kalau tak percaya ya sudah. Ini memang dadakan. Kepala Desa baru saja mendapat rezeki besar tadi malam dan ingin berbagi kebahagiaan. Kalau bukan ayahku sendiri yang memberitahu, aku pun tak akan percaya.'"

"Kabar itu pun menyebar cepat ke seluruh kelas, bahkan ke penjuru sekolah."

"Saat bel pulang berbunyi, murid-murid berhamburan berlari. Nasruddin berteriak, 'Hei, mau ke mana kalian?' Mereka menjawab serempak, 'Ke rumah kepala desa!'"

"Melihat gelombang antusiasme teman-temannya yang begitu yakin, Nasruddin mulai goyah. Ia berpikir, 'Waduh, jangan-jangan memang benar ada pesta di sana.' Tanpa pikir panjang, Nasruddin pun ikut berlari kencang, membalap teman-temannya menuju tempat yang sama."

***

Sang Guru mengakhiri kisahnya dan bertanya, "Demikianlah cerita Nasruddin. Apa hikmah yang bisa kalian petik?"

"Menurut saya, orang yang bodoh adalah orang yang percaya pada kebohongannya sendiri," jawab Binar Ilmu.

"Kalau saya, barang siapa menipu orang lain, sungguh dirinya akan terperosok pada tipuan yang sama," tambah Rindang Bumi.

"Baik, ada lagi?" tanya Sang Guru.

"Cukup, Guru," jawab para murid.

"Benar apa yang kalian katakan. Namun, aku ingin menambahkan satu hal penting. Ketika sebuah kebohongan sudah menyebar luas, si pembuat kebohongan itu sendiri bisa lupa bahwa dialah sumbernya, hingga akhirnya ia menganggapnya sebagai kebenaran."

"Dalam kasus Nasruddin, membuktikannya mudah. Tinggal datang ke lokasi, jika tidak ada pesta, ya pulang. Namun, di dunia nyata hari ini, masalahnya jauh lebih rumit."

"Sering kali yang direkayasa bukan peristiwanya, tapi narasi di baliknya. Contohnya, bayangkan di luar negeri ada dua pihak yang berperang. Perangnya nyata, korbannya ada. Namun, siapa yang jahat dan siapa yang jadi korban, itu yang sering kabur."

"Bayangkan ada seorang pendukung fanatik Pihak A. Ia tahu Pihak A sebenarnya yang memulai serangan. Tapi karena fanatisme, ia tidak rela idolanya dianggap jahat."

"Lalu, ia mengambil foto korban perang yang sesungguhnya, tetapi ia tempelkan keterangan palsu. Ia tulis narasi yang menyayat hati bahwa korban-korban ini jatuh akibat kekejaman Pihak B, sang musuh."

"Foto dengan narasi palsu itu sangat meyakinkan bagi orang awam. Ia sebarkan itu lewat media sosial seperti Facebook, Twitter, dan WhatsApp. Teman-teman sekomunitasnya ikut menyebarkan, hingga foto itu viral di mana-mana."

"Tentu akan ada bantahan dari Pihak B. Tapi kemudian muncul bantahan atas bantahan itu, yang kali ini dibuat oleh orang lain yang sudah termakan hasutan awal tadi."

"Nah, di sinilah bahayanya. Saat si pembuat hoaks awal tadi melihat banyaknya orang lain yang membela narasi buatannya, dan melihat banyaknya foto-foto lain yang mendukung, padahal sebenarnya juga palsu, ia mulai merasa terkonfirmasi. Ia lupa bahwa dialah yang memulainya. Ia jadi yakin seyakin-yakinnya bahwa Pihak A memang benar dan suci."

"Jadi, murid-muridku. Berhati-hatilah. Jangan pernah menyebarkan kebohongan, karena engkau bisa terjerumus mempercayai dustamu sendiri. Kebenaran tidak akan pernah bercampur dengan kebatilan. Ingatlah, kebohongan adalah ciri kemunafikan, dan kemunafikan adalah jalan menuju neraka yang apinya akan membakar tubuh saat engkau dibangkitkan kelak."

Posting Komentar