Malam itu, hembusan angin yang sejuk membuat Mullah Nasruddin terlelap begitu cepat. Dalam tidurnya yang nyenyak, ia memasuki dunia mimpi yang sangat indah dan menguntungkan. Di sana, ia bertemu dengan seorang bangsawan yang tampak sangat makmur, mengenakan jubah sutra yang mewah.
Sang bangsawan tersenyum ramah, lalu merogoh kantong uangnya. Ia mulai menghitung koin emas dan meletakkannya satu per satu ke telapak tangan Nasruddin. Satu, dua, tiga... hingga terkumpul sembilan koin emas yang berkilauan di genggaman Nasruddin.
Hati Nasruddin berbunga-bunga mendapatkan rezeki tak terduga itu. Namun, dasar sifat manusia yang sering kali tidak pernah puas, Nasruddin mulai melirik penampilan sang bangsawan. Ia melihat cincin permata dan kalung emas yang dipakai orang itu, lalu timbul rasa tamak di hatinya.
"Tuan yang baik," ujar Nasruddin menahan tangan sang bangsawan yang hendak beranjak. "Lihatlah kekayaan Tuan yang melimpah ruah. Mengapa tanggung sekali memberi sembilan? Genapkanlah menjadi sepuluh koin emas, itu tidak akan membuat Tuan miskin."
Nasruddin terus mendesak dan bernegosiasi agar diberi satu koin tambahan. Tiba-tiba, karena terlalu bersemangat meminta, ia tersentak dan terbangun dari tidurnya. Matanya terbuka lebar, menatap langit-langit kamar yang gelap dan sunyi.
Ia segera memeriksa kedua telapak tangannya dengan panik. Kosong. Tidak ada koin emas, tidak ada bangsawan. Yang ada hanyalah angin malam yang berhembus lewat jendela.
Menyadari kebodohannya karena terlalu banyak menawar, Nasruddin buru-buru memejamkan matanya kembali. Ia menarik selimut, mengulurkan tangannya ke udara seolah menerima sesuatu, dan berseru, "Baiklah, Tuan! Jangan pergi dulu! Sembilan koin juga tidak apa-apa, aku terima sekarang!"
Pelajaran dari Mimpi Sembilan Koin Emas
1. Kecenderungan manusia untuk serakah
Kisah ini menyindir sifat dasar manusia yang tamak, bahkan di dalam mimpi sekalipun. Nasruddin sudah mendapatkan sembilan koin—jumlah yang banyak—tetapi ia malah meminta sepuluh. Sifat serakah ini akhirnya membuyarkan mimpi indahnya. Ini mengajarkan bahwa ketidakpuasan hati sering kali menjadi penyebab hilangnya nikmat yang sudah ada di genggaman, entah itu di dunia nyata maupun di alam angan-angan.
2. Solusi Konyol untuk Masalah Nyata
Ketika terbangun dengan tangan kosong (masalah nyata), Nasruddin memilih tidur lagi (solusi konyol). Ia berharap dengan kembali tidur, rezeki itu akan kembali. Dalam hidup, kita tidak bisa memperbaiki keadaan ekonomi atau kegagalan dengan cara "tidur lagi" atau lari dari kenyataan. Masalah nyata harus diselesaikan dengan usaha nyata, bukan dengan melanjutkan mimpi.
3. Menghargai Apa yang Ada, Bukan yang Mungkin Ada
Nasruddin kehilangan "sembilan" karena mengejar "sepuluh". Jika saja dalam mimpi itu ia langsung bersyukur dan menerima sembilan koin, mungkin ia akan menikmati mimpi itu lebih lama. Pelajarannya, jangan biarkan keinginan untuk mendapatkan yang lebih banyak merusak apresiasi kita terhadap apa yang sudah tersedia saat ini.
4. Batas Antara Harapan dan Kenyataan
Momen bangunnya Nasruddin adalah tamparan realitas yang keras. Kekecewaan Nasruddin mengajarkan kita untuk sadar posisi. Kita harus bisa membedakan mana target yang realistis dan mana yang hanya bunga tidur. Jangan sampai kita hidup seperti Nasruddin yang terus menagih janji pada mimpi, sementara dunia nyata menuntut kerja keras.
Ingatlah, sembilan koin emas di dalam mimpi tidak akan cukup untuk membeli sepiring nasi di dunia nyata.

Posting Komentar