LC9gBUg7QN0V3hwrLd8lmNtvyApY7ArMY1rVEPEw

Fabel Keledai yang Iri dengan Kuda

Ilustrasi Fabel Keledai yang Iri dengan Kuda

Di sebuah peternakan yang luas, hiduplah seekor Keledai pekerja keras dan seekor Kuda yang gagah perkasa. Setiap hari, Keledai memperhatikan betapa berbedanya nasib mereka berdua di tempat itu.

Sang Kuda selalu mendapatkan perlakuan istimewa dari pemiliknya, mulai dari makanan gandum terbaik hingga kandang yang selalu bersih. Bulunya disisir setiap pagi hingga mengkilap, dan ia jarang sekali diminta melakukan pekerjaan berat seperti mengangkut barang.

Sebaliknya, Keledai merasa hidupnya sangat menyedihkan dan penuh penderitaan. Ia harus bangun pagi-pagi buta untuk memikul beban berat ke pasar, dan ketika pulang, ia hanya diberi makan rumput kering seadanya.

Rasa iri mulai menggerogoti hati Keledai setiap kali melihat Kuda itu bersantai di padang rumput. "Sungguh tidak adil dunia ini," keluh Keledai dalam hati, "Aku bekerja sampai tulangku remuk, tetapi dia hidup bagaikan raja tanpa beban."

Keledai terus-menerus mengeluhkan takdirnya dan berharap bisa bertukar posisi dengan sang Kuda. Ia membayangkan betapa indahnya hidup jika ia bisa makan enak dan dilayani setiap hari tanpa perlu memeras keringat.

Namun, kedamaian di peternakan itu mendadak hilang ketika terompet perang terdengar membahana. Pasukan musuh telah mendekat, dan setiap pria serta hewan yang kuat dipanggil untuk mempertahankan negeri.

Seorang prajurit berbaju besi datang tergesa-gesa dan segera memasang pelana tempur yang berat di punggung Kuda. Kuda yang biasanya dimanja itu kini harus memikul beban prajurit lengkap dengan senjatanya, lalu dipacu kencang menuju garis depan.

Keledai hanya bisa melihat dari kejauhan saat temannya itu berlari menerjang medan pertempuran yang mengerikan. Di sana, hujan panah dan sabetan pedang menyambut sang Kuda tanpa ampun, memaksanya terus maju meski dalam bahaya besar.

Di tengah kekacauan perang, nasib malang menimpa sang Kuda yang gagah itu. Ia terluka parah terkena serangan musuh dan akhirnya jatuh terkapar, mengembuskan napas terakhirnya di tanah yang dingin.

Keledai yang menyaksikan kejadian tragis itu tertegun dan tubuhnya gemetar ketakutan. Ia baru menyadari bahwa perlakuan istimewa dan makanan lezat yang diterima Kuda selama ini adalah persiapan untuk menghadapi risiko yang mematikan.

Seketika itu juga, rasa iri di hati Keledai lenyap tak berbekas, berganti dengan rasa syukur yang mendalam. Ia kini mengerti bahwa meskipun makanannya sederhana dan kerjanya berat, ia masih memiliki anugerah terbesar, yaitu keselamatan hidup.

Pelajaran dari Kisah Keledai

Bahaya Membandingkan Diri

Seringkali kita merasa tidak bahagia bukan karena kekurangan, melainkan karena terlalu sibuk melihat kenikmatan orang lain. Keledai mengajarkan kita bahwa membandingkan diri hanya akan menciptakan penderitaan batin yang tidak perlu. Apa yang tampak indah dari luar belum tentu seindah kenyataannya, dan setiap orang memiliki beban hidupnya masing-masing yang tidak terlihat oleh mata.

Setiap Kemewahan Memiliki Harga

Kisah ini mengingatkan kita bahwa fasilitas atau jabatan tinggi sering kali datang dengan tanggung jawab dan risiko yang besar. Kehidupan sang Kuda tampak nyaman dan mudah, namun "biaya" yang harus ia bayar adalah nyawanya di medan perang. Kita diajarkan untuk tidak silau pada kemewahan orang lain, karena kita mungkin tidak sanggup menanggung risiko berat yang menyertainya.

Syukur adalah Kunci Ketenangan

Pada akhirnya, kebahagiaan sejati ditemukan ketika kita mampu menerima dan mensyukuri apa yang kita miliki saat ini. Keledai baru menemukan kedamaian setelah ia berhenti menginginkan hidup orang lain dan menghargai keamanannya sendiri. Rasa syukur membuat hal yang sedikit terasa cukup, dan membuat hati kita tenang dalam menjalani peran kita masing-masing.


Daftar lengkap dongeng dan fabel Aesop, kunjungi: Kumpulan Dongeng dan Fabel Aesop

Posting Komentar